Jauh sebelum Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa pada 1922. Willem Iskander telah mendirikan sekolah guru pertama di Tanobato, Mandailing Natal, Sumatera Utara pada 1862.
Willem Iskandar bernama asli Sati Nasution gelar Sutan Iskandar lahir di Pidoli Lombang, Mandailing Natal pada Maret 1840. Ibunya Si Anggur boru Lubis dari Rao-rao dan ayahnya Raja Tinating, Raja Pidoli Lombang. Ia generasi ke 11 dari Klan Nasution dan merupakan anak bungsu dari empat bersaudara.
Ia dikenal juga sebagai pujangga yang melahirkan banyak karya dan tulisan. Kemampuanya menguasai bahasa Melayu, Mandailing dan Belanda membuatnya dikenal dan disegani pemerintah kolonial Belanda.
Ia mengawali pendidikannya di Sekolah Rendah (Inlandsche Schoolan) di Panyabungan Kota, Mandailing Natal (1853-1855). Pada Februari 1857 ia berangkat ke Belanda bersama Alexander Philippus Godon, Asisten Resident Mandailing-Angkola untuk melanjutkan Sekolahnya.
Pertama ia belajar di Vreeswijk, supaya bisa melanjutkan ke sekolah guru. Ia dibantu oleh A P Ghodon dan Prof HC Milles (Guru Filsafat, Sastra dan Budaya timur di Utrecht) untuk mendapatkan beasiswa dari Kerajaan Belanda. Meski mendapat tantangan dari parlemen Kerajaan karena dianggap Kristenisasi dalam pembiayaan pendidikan, namun Prof HC Milles berhasil meyakinkan anggota Parlemen.
Willem akhirnya dapat beasiswa di Sekolah Guru (Oefenschool). Ia lulus dan mendapat ijazah Guru bantu (Hulponderwijzer) 5 Januari 1859. Tahun 1874 ia pergi melanjutkan pendidikannya ke Belanda kedua kalinya untuk mendapatkan ijasah guru kepala sekolah (Hoofdonderwijzer). Ia berangkat bersama Benas Lubis (muridnya), Raden Mas Sunarso dari Kwekschool Surakarta, Mas Ardi Sasmita dari Majalengka.
Budayawan Mandailing Angkola Basyral Hamidy Harahap bercerita tentang kehebatan Willem Iskander. Dia mengungkapkan bahwa pada usia 22 tahun, Willem Iskander telah melakukan terobosan besar gerakan pencerahan (Aufklärung) melalui pendidikan di Mandailing Angkola, khususnya di Mandailing. Orientasi, cakrawala, penalaran, idealisme, kearifan, dan semangat pembaharuan telah membekalinya untuk melakukan gerakan pencerahan di Tapanuli.
Empat tahun setelah Willem Iskander mendirikan Kweekschool Tanobato, Inspektur Pendidikan Bumiputera Mr JA Van der Chijs datang dari Batavia ke Tanobato (Mandailing Natal) selama tiga hari pada Juni 1866. Kedua tokoh pendidikan itu mendiskusikan cara-cara terbaik yang harus ditempuh untuk memajukan pendidikan bumiputera.
Willem Iskander pun menyampaikan gagasannya kepada Van der Chijs. Di antaranya agar pemerintah mendidik guru sebanyak-banyaknya dengan cara memberikan beasiswa kepada murid-murid untuk mendapat pendidikan keguruan di Negeri Belanda.
Sebagai langkah pertama ia mengusulkan agar beasiswa itu diberikan kepada delapan orang. Masing-masing dua orang dari Mandailing, Jawa, Sunda dan Manado (Sulawesi).
Willem Iskander sadar, bahwa kemampuan berbahasa Melayu dan bahasa Belanda merupakan kunci gerbang ilmu pengetahuan ketika itu. Bahasa Mandailing diajarkan sesuai kaidah-kaidah bahasa. Sedangkan bahasa Belanda diajarkannya empat kali seminggu.
Kemampuan berbahasa itulah yang mengantarkan para muridnya menjadi pengarang, penerjemah dan penyadur. Willem Iskander pun bekerja keras meningkatkan wibawa sekolah sebagai pusat kemajuan.
Pengen baca lanjutan nya buka link di samping : http://ift.tt/2gSL0qb
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Willem Iskander, Pionir Pendidikan dari Sumatera Utara"
Post a Comment