Search

Bung Karno Mencari Jalan Pembubaran PKI

TANGGAL 6 Oktober 1965 atau lima hari paskaperistiwa 30 September 1965, Njoto masih terlihat di Istana Bogor. Raut muka petinggi Partai Komunis Indonesia (PKI) itu tampak lesu, pucat, dan tidak bersemangat.

Njoto seperti tertekan dan lebih banyak diam. "Hei, Oei (Oei Tjoe Tat), kowe duduk dekat Njoto. Wani ngomong?. Kabeh wedi karo dia. Kowe ora". Presiden Soekarno yang kebetulan melihat situasi serba "tak nyaman" itu berseloroh, melontarkan teguran dalam bahasa campuran Jawa ngoko dan Indonesia.

Kebetulan hanya Oei Tjoe Tat yang duduk di sebelah Njoto. Para menteri Kabinet Dwikora yang lain pada menjauhinya. Entah takut disangkutpautkan dengan operasi 30 September 1965 atau karena alasan lain, semua menjaga jarak darinya. Tak ada satupun yang menyapa.

Saat itu jelang sidang pertama Kabinet 100 Menteri (istilah lawan politik Soekarno) di Istana Bogor. Sidang digelar mendadak. Tidak ada undangan seperti biasanya. Istana langsung menghubungi dan meminta masing masing segera kumpul. Sedikitnya 40 orang menteri hadir.

Semua mengenakan pakaian putih putih sebagaimana seragam pembantu Presiden. Njoto yang juga anggota kabinet memilih menyendiri. Njoto baru sebulan menikmati jabatan Menteri Negara. Politisi cum seniman yang mengenalkan lagu Genjer Genjer dari Banyuwangi ke Jakarta itu diperbantukan untuk urusan presidium.

Dalam autobiografi "Memoar Oei Tjoe Tat Pembantu Presiden Soekarno", Oei mengaku takut menyapa lebih dulu. Dalam hati sempat bertanya tanya. Njoto kok masih aman?. Malah menghadiri sidang.

Awalnya Oei berharap pria yang memiliki nama pena Iramani itu memulai percakapan. Sebab dia tidak ingin menarik perhatian.

"Mengapa mesti takut, Pak?". Oei merespon teguran Bung Karno. "Ya sudah, ngomong-ngomong lah". Bung Karno meminta Oei mengajak ngobrol Njoto seperti biasa.

"Bung Njoto, ini sebenarnya bagaimana sih, kok jadi tidak karuan". Oei membuka percakapan. Dia meminta penjelasan ikhwal peristiwa 30 September 1965.

"Aduh," ucap Njoto sembari menggeleng-gelengkan kepala. Suaranya lirih. "Kacau, semua kacau. Kok sampai begini jadinya". Keluh Njoto kepada Oei dengan volume pelan. Njoto seperti orang kehilangan harapan.

Njoto adalah tulang punggung PKI. Bersama DN Aidit dan Lukman, ketiganya kerap dijuluki triumvirat. Bila Aidit memikul tanggung jawab politik partai secara umum, dan Lukman diserahi urusan Front Persatuan, Njoto lah yang mengemban tugas agitasi dan propaganda.

Redup bersinarnya PKI bergantung hasil "gorengannya". Di tangan ketiga pemuda revolusioner ini PKI terbukti moncer kembali. PKI yang remuk di tahun 1948, berhasil bangkit. Bahkan menempati urutan empat besar peraupan suara pada pemilu 1955.

"PKI memiliki 3.000.000 anggota setia dan militan. Semuanya tersebar di seluruh Indonesia. Banyak di antaranya dilatih sebagai sukarelawan, "tulis Atmadji Sumarkidjo dalam buku Mendung Diatas Istana Merdeka.

Let's block ads! (Why?)



Pengen baca lanjutan nya buka link di samping : http://ift.tt/2wpUSu3

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Bung Karno Mencari Jalan Pembubaran PKI"

Post a Comment

Powered by Blogger.