Peristiwa yang terjadi pada 23 Januari 1942 itu dikenal sebagai hari patriotik. Peristiwa itu juga disebut proklamasi kecil di daerah. Di bawah kepemimpinan Nani Wartabone, ribuan warga Gorontalo turun ke jalan tanpa memandang suku, agama dan jabatan.
Ketika itu, rakyat Gorontalo dari berbagai kalangan dan golongan turun ke jalan menduduki kantor-kantor pemerintahan Belanda, banyak tentara Belanda yang ditahan, ada kepala polisi, asisten residen dan kepala kontrolir. Pada waktu itu, massa juga mengibarkan bendera merah putih di depan Kantor Pos Gorontalo.
Nani Wartabone lahir di Gorontalo pada 30 Januari 1907 dan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang cukup berada. Zakaria Wartabone, ayahnya bekerja untuk pemerintah Belanda, sedangkan ibunya merupakan keturunan bangsawan.
Meski ayahnya bekerja untuk pemerintah Belanda, namun Nani Wartabone sejak kecil sudah anti akan pemerintah kolonial Belanda. Bahkan ia tak betah bersekolah karena para pengajarnya yang berkebangsaan Belanda.
Menurut penuturan Lukman Wakid yang merupakan suami dari Yvonne Mohamad, cucu pertama dari anak sulungnya, Sarinah Wartabone, perjuangan Nani Wartabone dalam merebut kemerdekaan Indonesia dimulai ketika dia terlibat dalam pendirian organisasi kepemudaan Jong Gorontalo di Surabaya dimana Nani Wartabone sebagai sekretarisnya.
"Pulang dari Surabaya, Nani Wartabone mulai membentuk perjuangan dari kalangan petani, para petani setiap istirahat didoktrin, kita harus merdeka," ujar Lukman Wakid.
Dijelaskan, perjuangan Nani Wartabone dimulai dari kalangan petani, karena sepulang dari sekolahnya di Surabaya, Nani Wartabone meminta sawah kepada orangtuanya untuk digarap. Dari situlah Nani Wartabone mulai mendoktrin para petani untuk berjuang lepas dari belenggu penjajahan.
Klimaks perjuangan Nani Wartabone terjadi ketika Jepang masuk ke Manado. Mendengar Jepang akan masuk ke Gorontalo, Belanda lari, namun sebelumnya Belanda sempat membumi hanguskan beberapa fasilitas penting di Gorontalo seperti gudang kopra, pelabuhan, jembatan, kapal motor, serta penyimpanan beras dan minyak.
Melihat kondisi lowong begitu, Nani Wartabone langsung mengerahkan semua rakyat berjalan dari Suwawa menuju ke kota. Di setiap jalan yang dilewati, banyak orang-orang yang ikut bergabung sehingga massa makin bertambah menjadi ribuan.
Sesampainya di Kota, semua pejabat-pejabat Belanda berhasil mereka tangkap, dan hari itu tanggal 23 Januari Nani Wartabone berhasil menurunkan bendara Belanda dan menggantinya dengan bendera merah putih.
"Itu yang diceritakan ke kita, jadi sebenarnya, orang Gorontalo itu harus bangga, karena dia lebih dahulu menyatakan Kemerdekaan Negara Republik Indonesia," jelas Lukman.
Di mata keluarga, Nani Wartabone dikenal merupakan sosok kharismatik, jarang berbicara, sayang dengan keluarga, baik dengan anak cucunya, tidak mau bermasalah dengan orang dan banyak, taat beribadah dan sangat nasionalis. "Beliau kalau nonton televisi, ada acara 17 Agustus atau mendengar lagu-lagu perjuangan, beliau pasti menangis," tambah Wakid.
Pengen baca lanjutan nya buka link di samping : http://ift.tt/2rM6PfY
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Nani Wartabone, Pejuang Kemerdekaan dari Gorontalo"
Post a Comment