Pelajar dan mahasiswa yang berjuang tersebut kemudian dikenal sebagai tentara pelajar. Mereka berhasil membumihanguskan dan menduduki markas-maskas Belanda di Solo dan sekitarnya.
Menurut catatan sejarah, serangan itu digagas di kawasan Monumen Juang 45, Banjarsari, Solo. Untuk menyusun serangan, para pejuang berkumpul di Desa Wonosido, Kabupaten Sragen. Dari situlah ide untuk melakukan serangan umum dikobarkan.
Mereka yang melakukan serangan bergabung dalam Detasemen II Brigade 17 Surakarta yang dipimpin Mayor Achmadi. Untuk menggempur markas penjajah, serangan dilakukan dari empat penjuru kota Solo. Rayon I dari Polokarto dipimpin Suhendro, Rayon II dipimpin Sumarto).
Sementara itu Rayon III dengan komandan Prakosa, Rayon IV dikomandani A Latif (almarhum), serta Rayon Kota dipimpin Hartono. Menjelang pertengahan pertempuran, Slamet Riyadi dengan pasukan Brigade V/Panembahan Senopati turut serta dan menjadi tokoh kunci dalam menentukan jalannya pertempuran.
Pada tanggal 7 agustus 1949 dimulai Serangan Umum pada pukul 06.00 pagi. Pada hari tersebut pasukan SWK 106 Arjuna telah menyusup dahulu dan mulai menguasai kampung-kampung dalam kota Solo.
Ketika waktu ditetapkan telah tiba pasukan TNI yang telah masuk kota menyerang dari semua penjuru, memaksa tentara Belanda terkonsentrasi di markas-markas mereka. Serangan itu meliputi markas komando KL 402 Jebres, sebuah pos di Jurug, Jagalan, kompleks BPM-Balapan, serta markas artileri medan di Banjarsari.
Pada hari kedua 8 Agustus 1949, pertempuran berlangsung hingga tengah malam, TNI membantu serangan itu dengan memasang berbagai rintangan di jalan-jalan di sekitar daerah Pasar Kembang.
Namun Belanda mencium rencana itu, kemudian menangkapi orang-orang yang berada di sekitarnya. Terdapat 26 orang, termasuk wanita dan anak-anak yang berhasil ditangkap pihak Belanda, 24 di antaranya dihabisi.
Ke-24 orang itu terdiri dari 10 orang laki-laki, termasuk seorang anggota TNI/TP, 6 orang wanita, dan 8 anak-anak. Pada saat itulah seluruh pasukan dari SWK (Sub Wehrkreis) 100 sampai 105 mulai dikerahkan untuk membantu serangan hari pertama dengan sasaran seluruh kota Solo dan Letnan Kolonel Slamet Riyadi mulai memegang komando mengantikan Mayor Akhmadi.
Tambahan pasukan ini semakin memperkuat serangan pasukan SWK 106 yang intinya dari DEN TP Brigade XVII. Akibatnya pasukan Belanda semakin terdesak karena pasukan dari Brigade V menyekat kekuatan lawan dan menghambat bantuan lawan di luar kota Solo. Konvoi Belanda dari Semarang bahkan tidak dapat memasuki kota Solo karena dihambat oleh pasukan TNI di Salatiga.
Untuk membantu pasukanya yang terjebak di Solo, Belanda bahkan mulai mengerahkan 2 Bomber (tdk diketahui jenisnya) dan 4 pesawat P-51 ditambah pasukan para yang diterjunkan ke Lanud Panasan (Adisoemarmo sekarang). Tapi bantuan ini gagal mengubah arah pertempuran di mana Tentara Belanda di Solo makin terkepung dan hampir seluruh bagian kota Solo dikuasai oleh TNI.
Pada hari ketiga, 9 Agustus 1949 dikisahkan, Belanda semakin membabi-buta dalam membalas serangan, dibantu oleh pasukan KST (Korps Spesiale Troepen), menembak setiap lelaki yang dijumpainya. Dalam peristiwa ini, seorang komandan regu Seksi I Kompi I, Sahir gugur di daerah pertempuran Panularan.
Pengen baca lanjutan nya buka link di samping : http://ift.tt/2iCR1aV
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Serangan Umum Empat Hari Tentara Pelajar di Surakarta terhadap Belanda"
Post a Comment