Kota pelabuhan Malaka pada waktu itu praktis menjadi kota orang Jawa. Di sana banyak saudagar dan nakhoda kapal Jawa yang menetap, dan sekaligus mengendalikan perdagangan internasional. Tukang-tukang kayu Jawa yang terampil membangun galangan kapal di kota pelabuhan terbesar di Asia Tenggara itu. Bukti kepiawaian orang Jawa dalam bidang perkapalan juga ditemukan pada relief Candi Borobudur yang memvisualkan perahu bercadik -belakangan disebut sebagai "Kapal Borobudur".
“Orang Jawa adalah orang-orang yang sangat berpengalaman dalam seni navigasi, sampai mereka dianggap sebagai perintis seni paling kuno ini, walaupun banyak yang menunjukkan bahwa orang China lebih berhak atas penghargaan ini, dan menegaskan bahwa seni ini diteruskan dari mereka kepada orang Jawa. Tetapi yang pasti adalah orang Jawa yang dahulu berlayar ke Tanjung Harapan dan mengadakan hubungan dengan Madagaskar, di mana sekarang banyak dijumpai penduduk asli Madagaskar yang mengatakan bahwa mereka adalah keturunan orang Jawa."
Demikian tulis Diego de Couto dalam buku Da Asia, terbit 1645. Bahkan, pelaut Portugis yang menjelajahi samudera pada pertengahan abad ke-16 itu menyebutkan, orang Jawa lebih dulu berlayar sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar. Dia mendapati penduduk Tanjung Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat seperti orang Jawa. "Mereka mengaku keturunan Jawa," kata Couto, sebagaimana dikutip Anthony Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.
Gambaran tentang kapal Jung Jawa secara spesifik dilaporkan Alfonso de Albuquerque, komandan armada Portugis yang menduduki Malaka pada 1511. Orang Portugis mengenali Jawa sebagai asal usul kapal-kapal Jung terbesar. Kapal jenis ini digunakan angkatan laut kerajaan Jawa (Demak) untuk menyerang armada Portugis.
Disebutkan, secara umum Jung Jawa memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan berlapis empat serta mampu menahan tembakan meriam kapal kapal Portugis. Bobot Jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis. Jung terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Jawa untuk menyerang armada Portugis di Malaka pada 1513. Bisa dikatakan, kapal Jung Jawa ini dapat disandingkan dengan kapal induk di era modern sekarang ini.
"Anunciada (kapal Portugis yang terbesar yang berada di Malaka pada tahun 1511) sama sekali tidak menyerupai sebuah kapal bila disandingkan dengan Jung Jawa." tulis pelaut Portugis Tome Pires dalam Summa Oriental (1515). Hanya saja kapal Jung Jawa raksasa ini, menurut Tome Pires, lamban bergerak saat bertempur dengan kapal-kapal Portugis yang lebih ramping dan lincah. Armada Portugis pun mampu menghalau kapal-kapal Jung Jawa dari perairan Malaka.
Menurut catatan para penulis Portugis, Jong disebut dengan Junco. Sedangkan para penulis Italia menyebut dengan istilah Zonchi. Istilah Jung dipakai pertama kali dalam catatan perjalanan Rahib Odrico, Jonhan de Marignolli.
Secara umum, kapal Jung memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan jenis-jenis kapal Portugis. Dinding kapal Jung terbuat dari 4 lapis papan tebal, (Paul Michel Munoz, 2009: 396-397). Kapal Jung juga memiliki dua dayung kemudi besar di kedua buritan. Kedua dayung kemudi itu hanya bisa dihancurkan dengan meriam. Dinding kapal Jung mampu menahan tembakan meriam kapal-kapal Portugis yang mengepungnya dalam jarak yang sangat dekat, (Robert Dick-Reid, 2008: 69).
Kapal jung Melayu dan Jawa sering mengangkut dagangan seberat 350 hingga 500 ton dengan beberapa ratus orang, termasuk awak kapal dan sejumlah pedagang kecil. Barang dagangan diletakkan di bawah dek dalam petak-petak khusus yang disekat oleh dinding anyaman bambu.
Konstruksi kapal Jung Jawa dibuat dengan sistem dasar jalinan papan. Kapal ini dibuat tanpa menggunakan paku besi. Papan-papan disatukan dengan pasak kayu. Kerangka kapal dipasak agar membentuk rangka kuat. Kapal menggunakan layar segi empat yang terbuat dari serat tumbuhan, dengan ujung haluan dan buritan kapal berbentuk lancip.
Satu sifat khas lain warisan perahu sebelumnya adalah pelapisan lambung kapal dengan papan. Saat satu lapis papan mulai rapuh, bagian yang rapuh tersebut akan dilapis oleh jalinan satu atau dua lapisan papan baru.
Ukuran kapal Jung menurut catatan Tome Pires dan Gaspar Correia sangat besar. Menurut Tome Pires, kapal Jung tidak dapat merapat ke dermaga karena ukurannya yang besar. Perlu ada kapal kecil yang diperlukan untuk memuat atau membongkar muatannya.
Menurut Gaspar Correia, Jong memiliki ukuran melebihi kapal Flor de La Mar, kapal Portugis yang tertinggi dan terbesar tahun 1511-1512. Menurut Gaspar Correia pula, bagian belakang kapal Flor de La Mar yang sangat tinggi, tidak dapat mencapai jembatan kapal yang berada di bawah geladak kapal Jung.
Saat menyerang Malaka, Portugis dicatat menggunakan 40 buah kapal menurut Hikayat Hang Tuah, atau 43 buah kapal menurut Sejarah Melayu. Setiap kapal mampu mengangkut 500 pasukan dan 50 unit meriam. Jadi saat menyerang Malaka Portugis mengerahkan pasukan sebanyak 20.000 – 21.500 personel. Kapal Flor de La Mar dicatat memiliki ukuran di atas kapal-kapal itu.
Pengen baca lanjutan nya buka link di samping : http://ift.tt/2yVTHoq
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Legenda Kapal Jung Jawa, Pernah Mendominasi Perairan Asia Tenggara"
Post a Comment