Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Madura yang bernama Cakraningrat IV untuk menduduki Gresik pada tahun 1738 M dengan mengerahkan tentara yang dipimpin oleh Demang Dewa Raga.
Dengan menumpang perahu pada malam hari pasukan Demang Dewa Raga mendarat di pelabuhan Gresik menuju kota berhasil menduduki pendopo Kabupaten Gresik dan menjarah segala yang ada di dalam pendopo termasuk istri-istri bupati dan anak Bupati Joyonegoro yang diboyong ke Madura.
Selanjutnya Demang Dewa Raga menyatakan dirinya sebagai penguasa Gresik atas nama Cakraningrat IV maka para sentono (abdi dalem) kabupaten Gresik dipaksa cukur rambutnya dan memakai pakaian adat Madura sebagai tanda tunduk patuh termasuk Kyai Ngabei Puspodirjo, Kyai Ngabei Murtorejo, Kyai Ngabei Surodirjo, Kyai Ngebei Joyodirjo dan Demang Mertojoyo.
Mendengar wilayah kekuasaanya dikuasai oleh orang Madura, maka Bupati Joyonegoro segera kembali ke Gresik bersama Bupati Ponorogo Adipati Suradiningrat, waktu itu Bupati Ponorogo yang juga berada di Ibu Kota Kerajaan Mataram Islam merasa simpati dan memberi bala bantuan tentara pada Gresik.
Akhirnya sampailah rombongan bupati termasuk para pejabat kabupaten Kyai Ngabei Suronegoro, Kyai NgabeiAstronegoro, Kyai Ngabei Wirodirjo, Kyai Ngabei Ronggopuspoarjo.
Kemudian Kyai Ngabei Yudonegoro, Kyai Ngabei Ronggopuspowijoyo, Kyai Ngabei Puspotaruno di Kedungsekar (atau Dusun Sekaran). Selanjutnya rombongan menyusun kekuatan dengan membentuk benteng pertahanan di Dusun Ngabetan.
Sekitar satu bulan lamanya Bupati Joyonegoro bertahan di Ngabetan keberadaan benteng ini diketahui oleh Dewa Raga.
Penguasa Madura di Gresik tersebut menyerbu markas Bupati Gresik maka korban berjatuhan tidak dapat dihindarkan dalam pertempuran tidak ada yang mengalah sehingga diadakan gencatan senjata.
Maka Bupati Joyonegoro dan pasukannya bertahan mundur kembali ke Kedungsekar dan membuat benteng pertahanan di Kedungsekar pula. Sementara itu pihak pasukan Madura membuat persinggahan sementara di Dusun Bogomiring.
Datang balabantuan tentara dari pulau Madura ke Bogomiring setelah merasa kuat meninggalkan benteng pertahanan menuju benteng pertahanan Bupati Joyonegoro di Kedungsekar.
Pasukan Gresik yang dibantu pasukan Ponorogo mempertahankan Kedungsekar dari serangan tentara Madura. Ternyata pasukan Madura mengalami kesulitan untuk mendekati benteng Kedungsekar karena di sekitar benteng adalah areal persawahan ditambah lagi sungai disekitar persawahan mempersulit gerak pasukan Madura.
Ketika pasukan Madura mencoba mendekat ke Kedungsekar pasukan Gresik dengan mudah menghadangnya, akhirnya pasukan Madura memutuskan untuk mengurungkan niatnya merebut benteng Kedungsekar.
Pengen baca lanjutan nya buka link di samping : http://ift.tt/2rRifOK
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pertempuran Berdarah Pasukan Gresik Melawan Madura di Benteng Kedungsekar"
Post a Comment