Alun-alun bunder disengaja dibangun Pemerintah Kolonial Belanda ketika alun-alun besar dikuasai masyarakat pribumi. Di lokasi ini, Belanda mengalihkan pusat pemerintahannya. Foto-foto/Wikipedia dan Istimewa
Sistem paksaan atau commandery yang datang dari luar datang menindas sistem yang sudah ada sebelumnya. Ada ketidakberdayaan nilai-nilai lokal terhadap nonlokal. Penguasa memaksakan suatu nilai yang memudahkan pengawasan demi pengendalian dan mempertahankan kekuasaannya.
Sementara urban generation merupakan bentuk perubahan yang sistematik (bukan dari paksaan) dan tumbuh dari dalam kelompok warga kota. Dalam konsep Wheatley, ini disebut sebagai sistem kebangkitan (nagara). Dalam sistem ini, seluruh penataan sesuai dengan kebudayaan dan ruang kota dibagi sesuai dengan lapisan sosial serta tata nilai yang dipahami warga.
Pergulatan urban imposition dan urban generation ini bisa dilihat di Kota Malang saat penjajahan Belanda serta Jepang.
Awalnya Malang merupakan sebuah daerah berbentuk kerajaan yang dipimpin Raja Gajayana dengan pusat pemerintahan di Dinoyo. Lalu pada 1767, Belanda datang dan pada 1821 pemerintahan Belanda dipusatkan di sekitar Kali Brantas. Dua tahun setelah itu, Malang telah mempunyai asisten residen.
Selanjutnya sekitar 1882, Alun-Alun Kota Malang dibangun dan rumah-rumah di bagian barat kota pun didirikan. Pada masa penjajahan kolonial Belanda, daerah Malang dijadikan wilayah ”Gemente” (Kota).
Malang sebagai kota pedalaman (inland city) yang dikembangkan menjadi kota hunian dan peristirahatan mempunyai derajat pertumbuhan yang lebih lambat namun terencana karena lokasi geografisnya nyaman dan teduh. Namun keluarnya Undang-Undang Gula tahun 1870 yang mendorong pengembangan masuknya modal swastas asing ke Hindia, menjadikan Malang kota pusat perkebunan yang cocok untuk kopi, kakao, dan teh.
Berdasarkan teori Wheatley, perkembangan kota diawali dari penekanan pada pertumbuhan dan struktur jejaring tertentu (interaksi), kemudian gaya hidup berkembang (normatif), muncul lokasi produksi dan pusat kegiatan jasa (ekonomi), berlanjut pada penambahan populasi penduduknya (demografi). Malang pun mulai berkembang pesat saat kereta api sudah beroperasi sekitar 1879. Jalur kereta api mempermudah interaksi Malang dengan kota-kota lainnya.
Hal ini berlanjut dengan adanya migrasi penduduk karena faktor ekonomi. Jumlah penduduk pun meningkat pesat. Sejak saat itulah berbagai kebutuhan warga kota Malang semakin meningkat.
dibaca 219x
Pengen baca lanjutan nya buka link di samping : http://ift.tt/2h3ENGD
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Alun-alun Malang, Simbol Perebutan Kekuasaan Belanda dan Jepang"
Post a Comment