Search

Kisah Karomah Kiai Muqoyyim Pendiri Pesantren Buntet Cirebon

loading...

Kiai Muqoyyim adalah salah satu ulama kharismatik yang merupakan pendiri Pesantren Buntet Cirebon, Jawa Barat. Kiai Muqoyyim merupakan putra Kiai Abdul Hadi yang merupakan keturunan bangsawan dari Kesultanan Cirebon. Dia dilahirkan di Desa Srengseng Krangkeng, Karang Ampel, Indramayu 1689 seiring dengan melemahnya Kesultanan Cirebon pascamangkatnya Pangeran Girilaya pada 1662 M. Sehingga Kesultanan Cirebon terpecah menjadi beberapa bagian.
 
Dikutip dari karomahparakiai, kala itu Cirebon sering mengadakan hubungan dengan Banten, yang berada dibawah pemerintahan Adipati Anom alias Amangkurat II, dimana perkembangan ilmu keagamaan cukup tinggi.

Lalu Muqoyyim sering mengunjungi tempat-tempat yang pernah disinggahi Syekh Yusuf Al Makasari, menantu Sultan Ageng Tirtayasa, yang memerintah Banten sebelum masa pemerintahan Amangkurat I. Di tempat-tempat itu dia bertemu dan berdiskusi dengan pengganti atau murid-murid Syekh Yusuf.
 
Dia menulis beberapa buku tentang fiqih, tauhid, dan tasawuf yang dikirim pada Sultan Kanoman agar dijadikan buku pegangan bagi para pembesar keraton dan rakyat Cirebon.
Maka tak mengherankan bila dia kemudian diangkat sebagai Mufti. Selain itu, dia juga dikenal sakti, tapi rendah hati kepada siapa pun. Dia sangat mengedepankan akhlakul karimah.

Konon salah satu karomahnya yaitu, bisa membuat bendungan dengan hanya seutas benang. Hal ini dilakukan Kiai Muqoyyim saat mengikuti sayembara yang dikeluarkan Kiai Entol Rujitnala. Dimana isi sayembara tersebut yaitu barang siapa sanggup membuat bendungan yang dapat menahan banjir Sungai Nanggela, akan dinikahkan dengan putrinya yang bernama Randu Lawang

Kiai Entol Rujitnala ketika itu adalah seorang pembesar yang dikenal sakti tapi gagal membuat bendungan penahan banjir yang selalu menggenangi Sungai Nanggela. Sehingga daerah Setu selalu kebanjiran bila musim hujan datang. Karena merasa tidak mampu membuat bendungan penahan banjir, Kiai Entol kemudian mengadakan sayembara dengan hadiah anak semata wayangnya bagi yang berhasil membuat bendungan penahan banjir.

Kiai Muqoyyim yang ketika itu menjadi Mufti Keraton Kanoman lalu mengikuti sayembara itu. Tapi dengan niat kemanusiaan, yaitu mengatasi banjir. Meski demikian, sesuai dengan sifatnya yang rendah hati, dia juga tidak ingin mempermalukan penyelenggara. Caranya, sementara dia melakukan tugasnya untuk membangun bendungan, dimintanya Kiai Entol berdoa.

Lalu seutas benang yang dikeluarkan dari jubahnya, dibentangkan di beberapa titik yang akan dibangun bendungan. Kemudian, dengan sekali hentakkan, terciptalah bendungan itu lengkap dengan dinding batu yang kokoh. Sejak itu penduduk Setu terhindar dari banjir.  

Seiring dengan perkembangan Keraton Cirebon mulai tunduk dalam pengaruh dominasi Belanda. Sehingga pengambilan keputusan dan kebijakan keraton harus melalui pembesar Belanda hal ini membuat Kiai Muqoyyim yang merupakan mufti kerajaan menjadi marah. Lalu karena nasihatnya kurang diperhatikan pihak keraton, akhirnya Kiai Muqoyyim mengundurkan diri dan meninggalkan Keraton Kanoman.

Dia kemudian mendirikan Pesantren di Buntet yang berjarak 12 kilometer dari keraton. Alasannya, karena disitu Kuwu Cirebon atau  Syarif Hidayatullah, pernah mendirikan Padepokan.

Pesantren ini kemudian dijadikan sebagai pusat penyebaran agama Islam dan basis perlawanan kultural terhadap Belanda.

Kiai Muqoyyim ingin bergerak di bidang pendidikan mental dan spiritual agar dapat melaksanakan ajaran agama Islam dengan tenang dan menyikapi situasi dengan jernih.

Pendidikan mental akan memberikan motivasi yang kuat bagi para santri untuk tidak tunduk pada penjajah Belanda.
 
Dalam perjalanannya, Belanda yang melihat Mbah Muqoyyim sebagai ancaman serius, segera menyerang dan mau mengosongkan Pesantren Buntet. Namun perlawanan sengit pun dilakukan oleh pihak pesantren. Disini diuji bekal mental dan komitmen pesantren untuk tidak berkompromi dengan penjajah Belanda. Panji-panji jihad berkibar, aroma surga tercium dan mati syahid pun menjadi tujuan. Banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak.

Dalam pertempuran yang timpang itu, Kiai Muqoyyim berhasil menyelamatkan diri di Pesawahan Sindanglaut tempat adiknya bermukim. Disana dia kemudian mendirikan masjid.

Konon ceritanya, ketika membangun masjid tersebut, dengan karomah Allah SWT, Kiai Muqoyyim hanya menggunakan sebatang pohon jati yang banyak tumbuh disitu. Sehingga tempat asal pohon tersebut dikenal hingga sekarang dengan nama Jatisawit (Jati Sa Wit bahasa jawa – Jati satu pohon).

Let's block ads! (Why?)



Pengen baca lanjutan nya buka link di samping : https://ift.tt/2Giib1O

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Kisah Karomah Kiai Muqoyyim Pendiri Pesantren Buntet Cirebon"

Post a Comment

Powered by Blogger.