Husein Sastranegara lahir di Cianjur, Jawa Barat, 20 Januari 1919. Dia adalah anak kedelapan dari 14 bersaudara, buah hati Rd. Demang Ishak Sastranegara dan Rd Katjh Lasmingroem.
Rd. Demang Ishak Sastranegara adalah seorang pangreh peraja (Demang) zaman Belanda. Ayahnya juga pernah menjadi Wedana Ujung Berung, pejabat bupati di Tasikmalaya, dan Patih Tasikmalaya. Sementara, ibunya adalah putri Rd. Wiranata, Onder Collecteur Pensiun Cicalengka.
Cita-cita Husein ingin menjadi seorang perwira. Untuk menggapai cita-citanya itu, Husein sekolah di Europese Lagere School (ELS) di Bandung. ELS adalah Sekolah Dasar pada zaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia
Setelah itu, Husein melanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Bandung. HBS adalah pendidikan menengah umum pada zaman Hindia Belanda menduduki Indonesia. Kemudian, Husein pindah ke HBS di Jakarta. Lulus HBS tahun 1939, Husein melanjutkan pendidikan di Technische Hoge School (THS) di Bandung atau yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB).
Perang Dunia II pada tahun 1939 berdampak pada nasib sekolah dan perjalanan hidup Husein. Belanda menduduki Jerman. Menyadari posisinya itulah pemerintah Hindia Belanda menerapkan siasat menarik simpati rakyat Indonesia dengan memberi kelonggaran kepada pemuda Indonesia mencoba karier di bidang penerbangan militer.
Kesempatan tersebut ditanggapi sebagai peluang besar yang menjanjikan oleh Husein. Tanpa ragu, Husein pun mengambil keputusan meninggalkan bangku kuliahnya dan mendaftarkan diri ke sekolah Militaire Luchvaart School atau disebut juga Luchtvaart di Kalijati, Subang. Husein termasuk salah satu dari 10 pemuda pribumi yang diterima untuk mengikuti pendidikan perwira penerbang.
Dari 10 orang siswa yang masuk, hanya lima orang yang berhasil mendapat brevet penerbang yakni Husein Sastranegara, Ignatius Adisutjipto, Sambudjo Hurip, Sulistiyo, dan Sujono. Kelima siswa penerbang yang lulus tersebut kelak menjadi perintis dalam dunia penerbangan di Indonesia.
Pendidikan bagi angkatan pertama itu berakhir tahun 1940. Sayangnya, Husein Sastranegara gagal meneruskan pendidikan penerbang di Bandung. Bersama dengan dua orang rekannya, Sujono dan Sulistyo, Husein hanya mendapat KMB (Kleine Militaire Brevet) atau lisensi menerbangkan pesawat-pesawat bermesin tunggal. Sementara, yang mendapatkan GMB (Groote Militaire Brevet) hanya Agustinus Adisutjipto dan Sambudjo Hurip.
Dengan kenyataan itu, rencana Husein memasuki Sekolah Penerbang Darurat di Bandung pun terhalang. Dia kemudian ganti haluan. Pada tahun 1941, dia memasuki pendidikan Sekolah Inspektur Polisi di Sukabumi.
Setelah kurang lebih dua tahun mengikuti pendidikan Inspektur Polisi (Keibuho) dan mengingat kebutuhan Jepang pada saat tu, meski belum lulus Husein diangkat menjadi Inspektur Polisi di Sukabumi.
Dia lalu dipindahkan menjadi Kepala Polisi di Sukanagara, Cianjur. Jelang Proklamasi Kemerdekaan RI pada Agustus 1945, Husein dipindahkan lagi sebagai pejuang dan kusuma bangsa dimulai dari jalur kepolisian.
Menyerahnya tentara Jepang kepada Sekutu yang kemudian disusul dengan pergolakan revolusi fisik, menjadikan Husein harus menggabungkan diri dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bogor. Dia menjabat sebagai salah satu komandan pada divisi yang dibentuk oleh Didi Kartasasmita. Tetapi, pertentangan yang terjadi antara dirinya dengan atasannya menyebabkan Husein mengundurkan dari kesatuan tersebut dan memasuki kesatuan BKR Bandung bagian Resimen Kuda yang belum diorganisir.
Namun, perjalanan hidup tampaknya menggariskan Husein harus kembali ke jalur penerbangan. Sekitar bulan September-Oktober 1945, Husein dipanggil oleh Suryadi Suryadarma yang waktu itu sebagai pimpinan BKR Penerbangan.
Pengen baca lanjutan nya buka link di samping : http://ift.tt/2mIHHUS
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Husein Sastranegara, Penerbang TNI AU Korban Jatuhnya Pesawat Cukiu"
Post a Comment