Sehingga ketika ada pengumuman di RRI terjadinya Gerakan 30 September 1965 di Jakarta, langsung disambut dengan adanya pergerakan pada 1 Oktober 1965 yang dilakukan pasukan anggota dari Sekolah Para Komando Angkatan Darat (SPKAD) di Cimahi. Mereka yang melakukan pergerakan adalah bekas anak buah eks Letkol Inf Untung Syamsuri.
Mereka melakukan pembongkaran gudang senjata dan mengambilnya serta mengadakan demonstrasi keliling Kota Cimahi. Sambil membawa senjata dan bendera Merah Putih, mereka meneriakkan “Hidup Bung Karno” dan “Hidup Dewan Revolusi”. Pergerakan itu juga diikuti oleh pasukan dari Pusat Kesenjataan Artileri Medan (Pussen Armed) dan Batalyon Artileri Medan 14.
Namun berkat kesigapan Panglima Kodam VI/Siliwangi (sekarang Kodam III) Mayjen TNI Ibrahim Adjie situasi dapat segera diatasi. Pangdam mengerahkan pasukan Brigade Infanteri 15/Tirtayasa sekarang Brigif 15/Kujang II dan Polisi Militer untuk mengatasi keadaan.
Selanjutnya Pangdam VI/Siliwangi selaku Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah (Pepelrada) Jawa Barat, langsung mengeluarkan pengumuman pada 1 Oktober 1965. Isi pokok pengumuman itu sebagai berikut:
1) Sampai saat ini belum ada kejelasan tentang situasi di Jakarta.
2) Kami selalu berusaha mengadakan hubungan langsung dengan Pemimpin Besar di Jakarta.
Sementara itu peliharalah persatuan dan kewaspadaan, jangan membuat tafsiran dan kesimpulan sendiri-sendiri, dan jangan kena provokasi yang akan merusak persatuan dan keamanan masyarakat.
Dalam melakukan upaya pembersihan terhadap unsur militer dan sipil yang pro dalam Gerakan 30 September 1965, Mayjen TNI Ibrahim Adjie berpesan kepada jajaran Kodam Siliwangi agar tidak membunuh anggota PKI namun hanya sebatas menangkapnya saja.
Hal ini dilakukan Ibrahim Adjie karena telah mendapat pesan dari Presiden Soekarno di Istana Bogor agar tidak membunuhi anggota PKI karena belum tentu terlibat langsung dalam Gerakan 30 September 1965.
Kemudian pada 4 Oktober 1965 pasukan pemukul Kodam VI/Siliwangi dan jajaran Korem 63/Sunan Gunung Jati melancarkan gerakan operasi militer untuk menyergap 150 orang anggota pasukan G30S/PKI yang melarikan diri dari jakarta ke daerah Cirebon.
Selanjutnya, sampai dengan 12 Oktober 1965 operasi pembersihan terhadap gerombolan G30S/PKI di daerah Korem 63/Sunan Gunung Jati, Cirebon telah berhasil menahan 834 orang yang dicurigai terlibat dalam pemberontakan.
Lalu pada 14 Oktober 1965 di Pegaden Haru telah dilakukan penggerebekan oleh Kodam Siliwangi terhadap rumah seorang WNI keturunan China. Rumah itu diketahui sering digunakan sebagai tempat rapat-rapat gelap dalam usaha mereka membantu G30S/PKI.
Pada 12 Oktober 1965 pukul 03.00 Pasukan Kodam VI/ Siliwangi berhasil menyerahkan eks Letkol Untung Syamsuri, Ketua “Dewan Revolusi”. Dia telah berhasil ditangkap di daerah Kodam VII/Diponegoro oleh Polisi Militer setempat. Kemudian Untung dibawa ke Cirebon Karena masuk wilayah Kodam VI/Siliwangi sehingga pengawalan terhadap Letkol Untung hingga ke Jakarta diserahkan ke Tentara Siliwangi.
Penyerahan eks Letkol Untung ke Jakarta dilakukan dengan pengawalan ketat pasukan Kodam Siliwangi yaitu satu Peleton Para Kujang I, satu Unit Kavaleri dan satu Unit Polisi Militer Angkatan Darat (Pomad).
Selanjutnya Tentara Kodam Siliwangi melancarkan razia di Kota Sukabumi. Gerakan ini berhasil menangkap 20 orang oknum yang terlibat G30S/PKI yang kemudian terbukti pernah dilatih di Lubang Buaya. Dari tangan mereka berhasil disita beberapa dokumen penting.
Pengen baca lanjutan nya buka link di samping : http://ift.tt/2zjo3Rx
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pembersihan Pasukan Antek G30 S PKI oleh Tentara Siliwangi"
Post a Comment